Jumat, 04 Mei 2012

Makalah Sejarah Peradaban Islam: Masa Mughal India


BAB I
PENDAHULUAN
Di kalangan masyarakat Arab, India dikenal sebagai Sind atau Hind. Sebelum kedatangan Islam, India telah mempunyai hubungan perdagangan dengan masyarakat Arab. Pada saat Islam hadir, hubungan perdagangan antara India dan Arab masih diteruskan. Akhirnya India pun perlahan-lahan bersentuhan dengan agama Islam. India yang sebelumnya berperadaban Hindu, sekarang semakin kaya dengan peradaban yang dipengaruhi Islam.
Kerajaan Mughal merupakan salah satu warisan peradaban Islam di India. Keberadaan kerajaan ini telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India yang nyaris tenggelam. Sebagaimana diketahui, India adalah suatu wilayah tempat tumbuh dan berkembangnya peradaban Hindu. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    STRATEGI KHALIFAH-KHALIFAH MUGHOL MENDAPATKAN KEKHALIFAHAN
Setelah periode Khalji dan Tughluq, kemudian dilanjutkan oleh keluarga Sayyid (1414-1451 M) dan keluarga Lodi (1451-1512 M) kondisi kekuasaan Islam mengalami kemunduran  dan menunjukkan hal yang sangat rumit – sekalipun sebelumnya memang rumit – yakni bangkitnya pikiran lama yang percaya bahwa setiaap kerajaan yang merdeka adalah khalifah di tengah-tengah lingkungannya sendiri.
Dari sini berbagai daerah muncul dengan tokoh-tokoh sentralnya seperti, Fakhruddin  Mubaaq (1336 M) di Bengal, Syamsudin Syah Mirza Swati (1346 M) di Kashmir, Zaffar Khan Muzaffar (1391 M) di Guzarat, Malik Sarvar (1349 M) di Jawanfur, Dhilavar Khan Husein Ghury (1401 M) di Malwa dan seterusnya. Bahkan Ibrahim Lodi (1482-1530 M), pewaris kesultanan budak yang terakhir di Delhi India, mengalami berbagai kesulitan menegakkan kembali kewibawaan politiknya mungkin diakibatkan ketidakmampuannya memerintah.
Atas dasar itu, Alam Khan, keluarga Lodi yang lain mencoba menggulingkannya dengan meminta bantuan Zahirruddin Babur (1482-1530 M) salah satu cucu Timur Lenk dan penguasa Ferghana. Permintaan itu langsung diterima dan bersama pasukannya menyerang Delhi. Pada tanggal 21 April 1526 M terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat di Panipat. Ibrahim Lodi beserta ribuan pasukannya terbunuh, dan Zahirruddin Babur langsung mengikrarkan kemenangannya dan kemudian menegakkan pemerintahannya. Dengan demikian, berdirilah kerajaam Mughol dan mengakhiri kesultanan budak-budak Turki.
1.      Pemerintahan Babur
Pada masa ini raja-raja Hindu Rajputh (seperti Rana Sanga) di seluruh India bangkit kembali mencoba melepaskan diri dari kekuasaan Islam. Mereka memberontak antara tahun 1526 dan 1527 M. Tampaknya hal ini memanfaatkan masa-masa transisi politik dari penguasa-penguasa Turki ke penguasa Mongol – selanjutnya disebut Mughal. Babur dapat meredam gejolak politik ini. Kemudian di Afghanistan masih ada golongan yang setia kepada keluarga Lodi sebagai penguasa di sana. Namun Babur dapat menyelesaikannya dengan pertempuran di Gogarth tahun 1529 M.
Dengan demikian, masa pemerintahan Babur ditandai oleh dua persoalan besar, yakni bangkitnya kerajaan-kerajaan Hindu dan munculnya penguasa Muslim yang tidak mengakui pemerintahnya di Afghanistan. Pada tahun 1529 M, Babur meninggal dunia dengan mewariskan wilayah kekuasaannya kepada putra sulungnya Humayun.
2.      Pemerintahan Humayun
Ia memerintah tahun 1530-1539 M dan 1555-1556 M. Periode pemerintahannya banyak diwarnai kerusuhan dan berbagai pemberontakan. Hal tersebut dimungkinkan karena usia pemerintahan yang diwaariskan ayahnya ini masih relatif muda dan belum stabil. Salah satu dinasti dari Afghanistan menginvasinya pada tahun 1539 M ke pusat pemerintahannya di Delhi. Pasukan Humayun hancur dan Negara dalam kondisi tak menentu. Akan tetapi, Humayun dapat meloloskan diri ke Persia dan diterima baik oleh Sultan Safawi. Di sinilah ia mengenal tradisi syiah bahkan sering dibujuk untuk memasukinya. Ia lalu membangun kembali kekuatan militer yang telah hancur. Humayun mencoba kembali merebut kekuasaannya di Delhi.
Pada tahun 1555 M ia menyerang Delhi yang saat itu diperintah Iskandar Sur. Akhirnya, ia memerintah kembali sampai 1556 M. Pada tahu 1556 M, ia meninggal dunia dan digantikan anaknya Jalaludin Muhammad Akbar.
3.      Pemerintahan Jalaludin Muhammad Akbar
Ia adalah sultan yang sangat terkenal di dinasti ini. Sultan Akbar terkenal dengan gagasan-gagasan yang sangat radikal dan liberal baik dalam aspek sosial atau peemikiran keagamaan. Wilayah-wilayah kekuasaannya semakin luas seperti Chundar, Ghond, Chitor, Rantabar, Surat, Behar, Bengal, Kashmir, Orrisa, Dekan, Gawilghard, Narhala, Alamghar dan Asighar.
Di antara kebijakkan politiknya yang paling berani pada awal-awal pemerintahannya adalah menyingkirkan Bairan Syah, penasihat politik syiah yang dipercaya Humayun. Pemerintahan daerah dipegang oleh seorang shipar salar jendral atau kepala komandan dan subdistrik oleh Faujdar (komandan) termasuk jabatan-jabatan sipil yang selalu diberi jenjang kepangkatan bercorak militer.
Dasar-dasar kebijakan sosialnya dengan politik sulakhul (teori universal). Dengan cara ini, semua rakyat dipandang sama, merekaa tidak dibedakan sama sekali oleh ketentuan agama atau lapisan sosial. Di antara reformasi itu adalah:
a.       Menghapuskan Jizyah bagi non-muslim
b.      Memberikan pelayanan pendidikan yang sama bagi masyarakat
c.       Membentuk undang-undang perkawinan baru
d.      Menghapus pajak-pajak pertanian terutama bagi petani-petani miskin
e.       Menghapuskan tradisi perbudakan yang dihasilkan dari tawanan perang dan mengatur khitanan anak-anak.
Aspek penting lainnya dari pembaruannya adalah menciptakan Din Ilahy yang ciri-ciri pentingnya adalah:
a.       Percaya pada keesaan Tuhan
b.      Akbar sebagai khalifah Tuhan dan seorang Padash (Al-Insan Al-Kamil)
c.       Semua pemimpin agama harus tunduk dan sujud pada Akbar
d.      Sebagai manusia padash, ia berpantangan memakan daging (vegetarian)
e.       Menghormati api dan matahari sebagai simbol kehidupann
f.       Hari ahad sebagai hari resmi ibadah
g.      “Assalamu’alaikum” diganti “Allahu Akbar” dan “Alaikum Salam” diganti “Jalla Jalalah”
Inilah periode yang betul-betul “sinkretik” membumi di India. Suatu usaha pemerintahan Islam untuk bisa diterima di kalangan rakyat India. Ia meninggal pada tahun 1605 M setalah menderita sakit yang cukup parah (karena kawan-kawannya dibunuh oleh anaknya Jahanjir mungkin disebabkan adanya rasa cemburu yang terlalu banyak sehingga memengaruhi ayahnya). Kemudian kemajuan-kemajuan tersebut dilanjutkan dan dipertahankan oleh anaknya Jahangir.
4.      Pemerintahan Jahangir
Penguasa keempat adalah Jahangir (1605-1628 M), putra Akbar. Pada masa kepemimpinannya, Jahangir berhasil menundukkan Bengala (1612 M), Mewar (1614 M) Kangra. Usaha-usaha pengamanan wilayah serta penaklukan yang ia lakukan mempertegas kenegarawanan yang diwarisi dari ayahnya yaitu Akbar. Jahangir adalah penganut Ahlusunah wal jamaah, sehingga apa yang ayahnya ciptakan menjadi hilang pengaruhnya. Dari itu muncul berbagai pemberontakan, terutama oleh putranya sendiri, Kurram. Kurram berhasil menangkap ayahnya, tapi berkat permaisuri kerajaan, permusuhan antara ayah dan anak ini bisa dipadamkan.
5.      Pemerintahan Kurram (Syah Jahan)
Setelah Jahangir meninggal, Kurram naik tahta setelah mengalahkan saudaranya, Asaf Khan. Kurram bergelar Syah Jahan (1627-1658 M). Bibit-bibit disintegrasi mulai tumbuh pada pemerintahannya. Hal ini sekaligus menjadi ujian terhadap politik toleransi Mughol. Dalam masa pemerintahannya terjadi dua kali pemberontakan. Tahun pertama masa pemerintahannya, Raja Jujhar Singh Bundela berupaya memberontak dan mengacau keamanan, namun berhasil dipadamkan. Raja Jujhar Singh Bundela kemudian diusir. Pemberontakan yang paling hebat datang dari Afghan Pir Lodi atau Khan Jahan, seorang gubernur dari provinsi bagian Selatan. Pemberontakan ini cukup menyulitkan. Namun pada tahun 1631 M pemberontakan ini pun dipatahkan dan Khan Jahan dihukum mati.
Pada masa ini para pemukim Portugis di Hughli Bengala mulai berulah. Di samping mengganggu keamanan dan toleransi hidup beragama, mereka menculik anak-anak untuk dibaptis masuk agama Kristen. Tahun 1632 M Shah Jahan berhasil mengusir para pemukim Portugis dan mencabut hak-hak istimewa mereka. Shah Jehan meninggal dunia pada 1657 M, setelah menderita sakit keras. Setelah kematiannya terjadi perang saudara. Perang saudara tersebut pada akhirnya menghantar Aurangzeb sebagai pemegang Dinasti Mughal berikutnya.
6.      Pemerintahan Aurangzeb
Aurangzeb (1658-1707 M) menghadapi tugas yang berat. Kedaulatan Mughal sebagai entitas Muslim India nyaris hancur akibat perang saudara. Maka pada masa pemerintahannya dikenal sebagai masa pengembalian kedaulatan umat Islam. Periode ini merupakan masa konsolidasi II Kerajaan Mughal sebagai sebuah kerajaan dan sebagai negeri Islam. Aurangzeb berusaha mengembalikan supremasi agama Islam yang mulai kabur akibat kebijakan politik keagamaan Akbar.
7.      Pemerintahan Pasca Aurangzeb
Raja-raja pengganti Aurangzeb merupakan penguasa yang lemah sehingga tidak mampu mengatasi kemerosotan politik dalam negeri. Raja-raja sesudah Aurangzeb mengawali kemunduran dan kehancuran Kerajaan Mughal.
Bahadur Syah menggantikan kedudukan Aurangzeb. Lima tahun kemudian terjadi perebutan antara putra-putra Bahadur Syah. Jehandar memenangkan persaingan tersebut dan sekaligus dinobatkan sebagai raja Mughal oleh Jenderal Zulfiqar Khan meskipun Jehandar adalah yang paling lemah di antara putra Bahadur. Penobatan ini ditentang oleh Muhammad Fahrukhsiyar, keponakannya sendiri. Dalam pertempuran yang terjadi pada tahun 1713 M, Fahrukhsiyar keluar sebagai pemenang. Ia menduduki tahta kerajaan sampai pada tahun 1719 M.
Sang raja meninggal terbunuh oleh komplotan Sayyid Husein Ali dan Sayyid Hasan Ali. Keduanya kemudian mengangkat Muhammad Syah (1719-1748 M). Ia kemudian dipecat dan diusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadzir Syah. Tampilnya sejumlah penguasa lemah bersamaan dengan terjadinya perebutan kekuasaan ini selain memperlemah kerajaan juga membuat pemerintahan pusat tidak terurus secara baik. Akibatnya pemerintahan daerah berupaya untuk melepaskan loyalitas dan integritasnya terhadap pemerintahan pusat.
Pada masa pemerintahan Syah Alam (1760-1806 M) Kerajaan Mughal diserang oleh pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Kekalahan Mughal dari serangan ini, berakibat jatuhnya Mughal ke dalam kekuasaan Afghan. Syah Alam tetap diizinkan berkuasa di Delhi dengan jabatan sebagai sultan. Ketika kerajaan Mughal dalam keadaan lemah, Inggris semakin kuat posisinya, tidak saja dalam perdagangan, tapi juga dalam bentuk politik dengan dibentuknya EIC (The East India Compani). Militer Inggris berhasil menekan Syekh Alam sehingga melepaskan wilayah Kuth, Bengal kepada Inggris.
Akbar II (1806-1837 M) pengganti Syah Alam, memberikan konsesi kepada EIC untuk mengembangkan perdagangan di India sebagaimana yang diinginkan oleh pihak Inggris, dengan syarat bahwa pihak perusahaan Inggris harus menjamin penghidupan raja dan keluarga istana. Kehadiran EIC menjadi awal masuknya pengaruh Inggris di India.
Bahadur Syah (1837-1858 M) pengganti Akbar II menentang isi perjanjian yang telah disepakati oleh ayahnya. Hal ini menimbulkan konflik antara Bahadur Syah dengan pihak Inggris. Bahadur Syah, raja terakhir Kerajaan Mughal diusir dari istana pada tahun (1885 M). Dengan demikian berakhirlah kekuasaan kerajaan Islam Mughal di India.
B.     PEMBANGUNAN DAN PERLUASAN WILAYAH
Kerajaan Mughal tidak mencapai kejayaannya secara mudah. Bagaimanapun, umat Islam di masa ini termasuk golongan minoritas di tengah mayoritas Hindu. Namun Kerajaan Mughal tetap berhasil memperoleh kecemerlangan disebabkan faktor-faktor sebagai berikut;
a.  Kerajaan Mughal memiliki pemerintahan dan raja yang kuat. Politik toleransi dinilai dapat menetralisir perbedaan agama dan suku bangsa, baik antara Islam-Hindu, ataupun India-non India (Persia-Turki).
b.    Hingga Pemerintahan Aurangzeb, rakyat cukup puas dan sejahtera dengan pola kepemimpinan raja dan program kesejahteraannya.
c.      Prajurit Mughal dikenal sebagai prajurit yang tangguh dan memiliki patriotisme yang tinggi. Hal ini diwarisi dari Timur Lenk yang merupakan para petualang yang suka perang dari Persia di Asia Tengah dan cukup dominan dalam ketentaraan.
d.  Sultan yang memerintah sangat mencintai ilmu dan pengetahuan. Para "Bangsawan Mughal mengemban tanggung jawab membangun masjid, jembatan, dan atas berkembangnya kegiataan ilmiah dan sastra".
Ciri khas masa Mughol antara lain:
1.      Berpindahnya Pusat Ilmu
Kegiatan ilmu pada Masa Abbasiyah berpusat di kota-kota Baghdad, Bukhara, Naisabur, Ray, Kordova, Sivilia, dan lain-lainnya. Dalam Masa Mughol berpindah ke kota-kota Kairo, Iskandariyah, Usyuth, Faiyun, Damaskus, Himas, Halab, Huma dan kota-koa lain di Mesir dan Syam.
Terkenal pula beberapa kota lain dengan munculnya para ulama dan pujangga. Maka dalam Masa Mughol ini, tercantumlah di belakang nama para penyair, para ulama, dan pujangga lakab-lakab (gelar-gelar) seperti: Damasyyqy, Halaby, Qahiry, dan sebagainya. Sedangkan  Qahirah menjadi tumpuan tujuan para pujanggadan pencipta bahasa dan sastra Arab serta para ulama yang datang dari timur ataupun dari barat.
2.      Pendukung Sastra
Para khalifah, para Mentri, para Amir, dan para pembesar lainnya, tidak lagi menjadi pencipta dan pendukung sastra, tidak lagi menjadi penggemar ilmu. Mereka hanya mabuk kekuasaan. Mereka tidak lagi memberi kedudukan terhormat kepada para penyair dan para pujangga, karena mereka telah tenggelam dalam kesibukan harta dan membangun tentara.
Kalaupun mereka ada yang mementingkan ilmu, itu hanyalah ilmu kedokteran untuk memelihara kesehatan dan ilmu hitung untuk memilih waktu.
Adapun para sultan turunan Turki di Mesir, dengan sebab kecintaan mereka kepada ilmu dan membantu kegiatan para ulama dan ahli ilmu, maka telah dikarang berbagai kitab tentang sejarah dan sastra yang dipersembahkan kepada mereka.
3.      Ilmu-Ilmu Baru
Dalam masa ini, mulai matang ilmu umran (sosiologi) dan falsafah tarikh (Philosophy of History) dengan munculnya Muqaddimah Ibnu Khaldun, sebagai kitab pertama dalam bidang ini. Juga dalam masa ini, disempurnakan penyusunan ilmu politik, ilmu tata usaha, ilmu peperangan, dan ilmu kritik sejarah.
Di samping lahirnya ilmu-limu baru, membanjir berbagai gelar kebesaran di muka nama para pembesar dan ulama, sementara ibarat karangan menjadi sulit dan uslub bersajak yang hampa semakin banyak.
4.      Membanyaknya Sekolah dan Mausu’at
Dalam Masa Mughol, sekolah-sekolah yang  teratur tumbuh dengan subur, terutama di Mesir dan Syam, dan yang menjadi pusatnya, yaitu Kairo dan Damaskus. Pembangunan sekolah pertama di Syam, yaitu Sultan Nuruddin Zanky, yang kemudian diikuti oleh para raja dan sultan sesudahnya.
Berdirilah berbagai corak sekolah, baik oleh karena perbedaan mazhab, ataupun oleh karena kekhususan ilmu. Contohnya ada sekolah untuk ilmu tafsir dan hadis, ada sekolah fiqh untuk berbagai mazhab, ada sekolah untuk ilmu kesehatan dan falsafah, ada sekolah untuk ilmu pasti, ilmu musik, dan lain-lain.
Dari sekolah-sekolah ini, keluarlah para ulama dan sarjana yang jumlahnya cukup banyak. Demikian pula keadaannya dengan sekolah-sekolah di Himas, Halab, Kudus, dan yang lainnya. Lahirlah sekolah-sekolah di Mesir tidak kurang dari di Syam, bahkan Jami’ah Al-Azhar Kairo menjadi bintangnya segala sekolah, tidak saja karena usianya yang lebih tua, tetapi yang terutama karena mutu ilmu yang tinggi.
Kecuali banyaknya sekolah-sekolah, juga zaman Mughol ini istimewa dengan lahirnya “Mausu’at” dan “Majmu’at” (buku kumpulan berbagai ilmu dan masalah, kira-kira seperti ensiklopedia), sehingga masa ini disebut “Zaman Mausu’at”.
C.    MASA AKHIR MUGHOL INDIA
Ada beberapa faktor internal kerajaan yang menyebabkan kekuasaan Dinasti Mughal ini mundur pada satu setengah abad terakhir, dan membawa kehancuran pada tahun 1858 M adalah:
1.  Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer sehingga operasi militer Inggris di wilayah-wilayah pantai tidak dapat segera dipantau oleh kekuatan maritim Mughal. Begitu juga kekuatan pasukan darat. Bahkan mereka kurang terampil dalam mengoperasikan persejataan buatan Mughal itu sendiri.
2. Pendekatan Aurangzeb yang terlampau kasar dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketisnya, sehingga konflik antar agama sangat sukar diatasi oleh sultan-sultan sesudahnya.
3. Dekadensi moral dan gaya hidup mewah di kalangan elite politik, yang mengakibatkan pemborosan dalam penggunaan uang negara.
4. Semua pewaris kerajaan pada masa terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan, sehingga tidak mampu menangani kemerosotan politik dalam negeri.
Faktor eksternal ditandai dengan banyaknya gerakan pemberontakan sebagai akibat dari lemahnya para pemimpin kerajaan Mughal setelah kepemimpinan Aurangzeb, sehingga banyak wilayah-wilayah kerajaan Mughal yang terlepas dari kekuasaan Mughal. Adapun pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain:
1.   Kaum Hindu yang dipimpin oleh Banda berhasil merebut Sadhura, letaknya di sebelah utara Delhi dan juga kota Sirhind.
2.  Golongan Marata yang dipimpin oleh Baji Rao dan berhasil merebut wilayah Gujarat.
3. Pada masa pemerintahan Syah Alam terjadi beberapa serangan dari pasukan Afghanistan yang dipimpin oleh Ahmad Khan Durrani. Syah Alam mengalami kekalahan dan Mughal jatuh pada kekuasaan Afghanistan.
BAB III
PENUTUP
Kerajaan Mughal tidak mungkin lepas dari sejarah Islam sekaligus sejarah India, karena kerajaan ini merupakan warisan dua peradaban besar tersebut. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa:
a.       Islam telah mewariskan dan memberi pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India.
b.      Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
c.       Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulakhul), sistem pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.
d.      Kerajaan Mughal telah berhasil membentuk sebuah kosmopolitan Islam-India dan membentuk sebuah kultur Muslim secara eksklusif.
e.       Kemunduran suatu peradaban tidak lepas dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem keamanan. Karena itu masuknya kekuatan asing dengan bentuk apapun perlu diwaspadai.
DAFTAR PUSTAKA
Tohir, Ajid. 2004. Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Hasjmy, A. 1975. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang

1 komentar: